Jumat, 03 Agustus 2012

JEJAK PASIR (5); ANAK MUDA.

Seorang Anak Muda, mendengar dering incoming call dari handphone miliknya. Dilihatnya nama yang masuk. Perusahan M, sebuah PT yang bergerak di bidang media informasi, yang namanya sedang berada di tingkat pertama sebagai “Koran terbaik dan terlaris”. Anak muda mengangkat handphonenya.Terjadi percakapan sejenak. Ketika pembicaraan telah usai dan koneksi putus, dengan senyum ia menghadap orang tua nya “Besok panggilan wawancara kerja. Jam satu siang”.

Maka, esok hari jam satu siang, sang Anak Muda dengan kemeja kotak-kotak, celana jeans, dan sepatu boat Catterpilar, datang ke Perusahaan M. Ternyata bos yang akan mewancarai belum hadir. Ia pun mesti sabar menunggu di ruang lobi. Santai sekali sikapnya, seperti bukan hendak melamar kerja. Seperti hendak kondangan saja. Ketika ia membaca sebuah rubrik koran sebagai pengisi waktu menunggu, ia bahkan hampir tertawa terbahak-bahak(padahal yang dibaca adalah berita kriminalitas). Beruntung dia tidak lupa keadaan. Sopan santun harus dijaga mesti sopan santun itu buatan manusia.

“Mas” terdengar panggilan. Ia menoleh. Oh, si mbak asisten bos.

“Sekarang mas”.

Anak muda itu lalu masuk ke dalam sebuah ruangan. Di dalamnya, seorang tua yang nyaris botak mempersilahkannya duduk sambil memperkenalkan diri “Saya pak ZZ, kepala bagian SDM.”

Lalu, terjadilah wawancara. Tanya itu-jawab itu, tanya ini-jawab ini. Beberapa pertanyaan dan pernyataan bos ternyata berhasil mengubah niatnya awalnya yang bersungguh-sungguh untuk masuk ke perusahaan M menjadi ragu.

Salah satu penyebabnya adalah, karena adanya perbedaan pemahaman (bahasa kotornya;idealisme)antara Anak Muda dan si bos. Misalnya, Anak Muda beranggapan bahwa keterampilan menulis sangat diperlukan, apalagi bagi perusahaan yang bergerak dalam pemberitaan. Bahasa (dengan B kapital) mampu mempengaruhi budaya masyarakat. Bahasa dapat merembes hingga alam tidak sadar. Artinya,suatu perusahaan media informasi, yang bergerak dengan menggunakan Bahasa, pasti akan berpengaruh pada perkembangan pola pikir masyarakat. Ketika suatu perusahaan media mengacuhkan Bahasa, atau menomorsekiankannya, dapat dianggap perusahaan tersebut tidak ambil peduli dengan pengaruh mereka pada pembaca. Apakah pembaca itu lantas menjadi pintar, kritis, atau bego, itu bukan urusan mereka. Terjadilah yang dinamakan Monopoli Pola Pikir Sosial.

Dan kecenderungan itulah yang ditangkap anak muda sebab si Bos beranggapan“keterampilan menulis tidak terlalu dibutuhkan di sini. Yang penting kamu dapat berita. Sehari minimal tiga”

Kalimat terakhir bos itu juga menjadi masalah. Anak Muda itu berpikir, “Kalau dalam satu hari hanya ada satu kejadian yang pantas diberitakan, apakah yang harus dilakukan agar mendapat dua berita lagi? Jalan paling gampang, bikin “berita-beritaan”. Ini sama artinya dengan pembohongan publik. Oh, jadi seperti ini yang selama ini mereka lakukan?”

Ada lagi perdebatan lain. Misalnya, ketika bos bertanya “kamu mau ditempatkan di rubrik apa?”

Si Anak Muda menjawab “Budaya”

Si Bos terkekeh-kekeh. “Dalam sebulan, kegiatan budaya, konser, pertunjukkan tari, drama, lomba melukis, paling banyak hanya tiga kali. Sedikit sekali berita yang bisa kamu cari”.

Anak Muda itu pun berpikir “Mereka hanya memandang budaya sebagai komoditas. Budaya hanya dianggap tari-tarian, konser musik, atau lomba melukis. Budaya disempitkan maknanya sekadar “bentuk”. Padahal, budaya lebih dari itu. Ia bercerita tentang konsep sosial, psikologi, filsafat, agama, seni, politik. Semuanya. Karena budaya adalah manusia dan manusia adalah budaya.”

Dan banyak lagi perbedaan konsepsi yang lantas membuat Anak Muda itu berpikir ulang untuk tetap kerja di perusahaan M. Ketika wawancara usai, Anak Muda itu terus saja berpikir setiap hari. Dua minggu kemudian, handphonenya berdering lagi karena ada panggilan dari Perusahaan M. Ia dikabari, ia lulus tes wawancara. Ia diterima. Tanggal sekian, jam sekian, diharapkan hadir untuk membicarakan kontrak.

Anak Muda itu lantas menjawab “Maaf, saya mengundurkan diri”

Yah, Anak Muda dan konsep hidupnya (bahasa kotornya; Idealisme. Tolong diingat-ingat), ternyata berhasil membuat ia gagal mendapat kerja. Ia sendiri yang menggagalkannya. Di satu sisi, saya salut. Ia berani berpegang teguh pada pendiriannya. Di sisi yang lain, ia adalah lelucon. Mau makan apa dari idealisme?
Hingga hari ini, ia memang masih susah “makan dari idealisme”. Ia bahkan harus tertatih-tatih untuk sekadar mengepul. Tapi, apakah ia gagal? Selama keberhasilan tidak disempitkan konsepnya dengan tumpukan kata “popularitas”, “materi”, “motor baru”, “handphone baru”, tidak bisa kita mancapnya manusia gagal. Bahkan, mungkin ia telah berhasil. Setidaknya, ia berhasil menjalani jalan yang dipilihnya sendiri, bukan paksaan. Dan tidak banyak orang bisa berlaku seperti itu.

Memang tidak jarang, Anak Muda itu ragu, apakah ia memang bisa menjalani jalan pilihanya. Keraguan yang wajar. Sebab, masa muda adalah masa yang dihadapkan banyak jalan. Jalan-jalan itu bercabang-cabang. Cabang-cabang jalan itu, bercabang-cabang lagi. Cabangnya cabang-cabang itu, bercabang lagi. Dan semua menawarkan sesuatu yang mengasyikkan. Namun satu yang hanya bisa dipilih. Pada saat yang bersamaan, terdapat tembok besar di setiap jalan, di setiap cabang, bernama “ketidakpastian”, membuat pemilih jalan ragu, “apakah memang ini?.” Seorang anak muda pun bisa diibaratkan sebagai “pejalan yang ditutup kepalanya dengan kain hitam, namun ada pegangan”.

Mungkin pengibaratan itu agak berlebihan. Namun, begitulah, sebab masa-masa muda adalah masa antara spontanitas dan planning saling bertubrukan, antara keinginan individual dan tuntutan eksternal saling bersilangan, antara keyakinan dan keraguan saling berhantam. Anak muda bisa mengubah dunia, seperti kata Soekarno yang kira-kira seperti ini “beri aku seribu orang tua, akan kupindahkan gunung. Beri aku sepuluh anak muda, akan kugoncang dunia”. Anies Baswedan, ketua program Indonesia Mengajar, juga tidak ragu-ragu memercayakan masa depan pendidikan anak-anak sekolah dasar yang jauh dari kota, jauh dari turun tangan pemerintah, pada anak-anak muda yang sebagian besar tidak memiliki pengalaman mengajar dan terjun langsung ke dunia pendidikan.

Namun, anak muda juga bisa menghancurkan dunia. Bila sejuta anak muda hidup pesimis, bisa jadi peradaban dunia kembali lagi ke zaman batu. Yah, tidak ada yang lebih buruk ketimbang anak muda yang pesimis.

Kembali lagi pada si Anak Muda. Suatu hari, ia bertemu dengan temannya yang sudah berstatus karyawan. Mereka bercakap-cakap banyak. Mulanya membahas masa silam. Selanjutnya, dan ini yang paling utama, mereka bicara soal masa depan.

Tidak perlu lah saya ceritakan seperti apa detail pembicaraan mereka. Tidak beda jauh dengan percakapan kita bila membahas harapan masa depan. Masing-masing punya. Masing-masing mendukung. Hanya, ada beberapa kesimpulan yang sepertinya bisa saya utarakan.

Si Karyawan menjadi karyawan, karena ia memang ingin menjadi karyawan. Si Anak muda ingin menjadi penulis karena ingin menjadi penulis. Pada dasarnya, pilihan mereka tentu ada dipengaruhi ruang lingkup eksternal, keluarga, teman, atau masyarakat. Tetapi, toh pada akhirnya semua kembali pada diri masing-masing. Menjalani dengan senang atau rasa terpaksa. Yang terbaik tentu yang pertama. Selain itu, di setiap jalan yang akan dipilih, telah dikatakan akan selalu ada tembok besar bernama “ketidakpastian”. Satu-satunya jalan untuk merobohkannya hanyalah dengan memercayai keyakinan sepenuhnya dan selalu menjadi “manusia bebas”, bila kebebasan kita definiskan sebagai “bebas dari rasa takut”.

Mungkin pada akhirnya, kita akan “sampai”. Mungkin juga, seperti kata Jumena dalam lakon Sumur Tanpa Dasar, “Kita tidak akan pernah sampai”. Tetapi, apakah kita akan tahu “akan sampai atau tidak sampai” bila tidak menjalani?


Begitu saja. Terima kasih.Karena saya anak muda yang labil, saya pun bingung mau menulis apa lagi dan bagaimana seharusnya lagi.


Singkawang, 24 Juli 12

Sekadar catatan;

- Tulisan ini, maaf, terdengar seperti kumpulan wejangan. Sengaja saya lakukan sebagai sarana sharing antara saya dan diri saya sendiri, dan saya dengan teman-teman.he.

- Tulisan ini, diperuntukkan untuk segala anak muda yang mulai merintis jalannya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar